Rabu, 29 September 2010

up date

sekedar meng update blog

Sabtu, 28 Agustus 2010

Penerapan nilai nilai Pancasila dalam PAI

PENERAPAN PRINSIP PRINSIP PANCASILA
DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Dalam makalahnya, Pendidikan Agama Islam Di Sekolah, prof. Ahmad Tafsir mengatakan bahwa setiap Negara memiliki filsapat Negara. Negara Indonesia pun memilikinya, yaitu filsapat Pancasila. Filsapat tersebut disepakati sebagai sumber nilai atau rujukan satu satunya dalam mengopersikan Negara.
Selanjutnya beliau mengatakan :
Nilai-nilai dalam filsafat negara itu masih sangat umum dan abstrak. Nila inilai
itu harus dioperasionalkan. Nilai dalam filsafat negara itu dioperasionalkan
dalam konstitusi atau disebut juga undang-undang dasar (UUD). UUD itu pun
masih umum sifatnya, maka UUD itu masih harus dioperasionalkan. UUD
dioperasionalkan dalam undang-undang (UU). Kadang-kadang UU itu masih
juga harus dioperasionalkan. UU dioperasionalkan ke dalam peraturan
pemerintah (PP). Nah, PP masih perlu dioperasionalkan ke dalam surat
keputusan menteri (SKM). Kadang-kadang SKM masih perlu dioperasionalkan
dalam petunjuk teknis (JUKNIS).

Seperti kita ketahui bersama rumusan pancasila dalam pembukaan Undang Undang Dasar 1945 pada alinea ke IV disebutkan : Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab,Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang Dipimpin oleh hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia

Melihat pendapat Ahmad tafsir dan juga rumusan pancasila terkait penerapan prinsip prinsip pancasila dalam Penidikan agama Islam, paling tidak kita bisa menyimpulkan sementara : PAI sebagai sebuah sub system Pendidikan yang ada di Indonesia seharusnya mengacu kepada filosopi dan rumusan pancasila sebagai mana di gariskan di atas. Semua turunan kebijakan mengenai Pendidikan, entah itu Juknis ,Permen, PP, undang undang seharusnya mengacu kepada Pancasila.
Sehingga ,ketika pelaksanaan kegiatan Pendidikan Agama Islam yang tidak mengacu dan berorientasi kepada substansi seperti di gariskan pancasila, maka itu berarti pengingkaran dan penghianatan kepada Pancasila sebagai dasar filosopi Negara.
Maka sinkronisasi operasional Pendidikan Agama Islam dimulai dari instrument yang paling bawah (kurikulum misalnya) maupun yang di atasnya seperti Surat keputusan menteri, Peraturan Pemerintah maupun Undang undang sisdiknas harus di jiwai oleh Pancasila sebagai dasar filosopi Negara.

Mari kita perhatikan rumusan pancasila supaya kita bisa melihat dengan jelas jiwa dan ruh dari pancasila sehingga nanti kita bias hal apa saja yang harus jadi prioritas uatam dalam melaksanakan kegiatan Pendidikan Agama Islam : Dalam rumusan pancasila diatas bias kita lihat rumusan pertama pancasila adalah ;Ketuhanan Yang Maha Esa kemudian di ikuti oleh rumusan rumusan yang lain yang satu sama lain saling berkaitan sebagai mana di jelaskan dalam pedoman penghayatan pengamalan pancasila. Maka Ketuhanan Yang Maha Esa adalah merupakan core /inti/substansi dan jiwa dari pancasila tersebut/. Perhatikan gambar yang di paparkan oleh Ahmad Tafsir berikut :

Ini Bukan Pancasila



Inilah Pancasila

Sebagai perbandingan ; Dalam buku integrasi ummat islam, Shaluhudin sanusi merumuskan Konsep Islam dalam pembangunan jamaah islamiyah dengan konsep atau rumus sebagai berikut :

1. Tauhidullah (Al bayyinah : 5)
2. Ukhuwah Islamiyah (Alhujurot 10)
3. Musyawarah (Assyuro 38)
4. Al musawah (at-thariq 5-7)
5. Taawun (al-maidah 88)
6. Tasamuh (al baqoroh 149)
Tauhidullah adalah juga core /inti/substansi dan jiwa dari pembangunan jamaah al islamiyah.
Ada kesamaan core atau inti antara pancasila sebagai dasar Negara dengan rumusan pembangunan jamaah islamiyah seperti di sampaikan oleh Shalhudin sanusi. Maka ,dalam pelaksanaan Pendidikan Agama Islam ;Ketuhanan Yang Maha Esa dan atau Tauhidullah haruslah menjadi orientasi akhir dari proses pengajaran PAI.

Dalam analisa Ahmad Tafsir, Undang undang No 20 tahun 2003 belumlah mencerminkan keimanan dan ketakwaan sebagai merupakan core atau inti dari tujuan pendidikan nasional . dalam UU tersebut di sebutkan : bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Seharusnya bunyi dari undang undang tersebut menurut Ahmad Tafsir adalah : bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa Yang berakhlak mulia,sehat,berilmu,cakap,kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Ahmad tafsir memandang keimanan terhadap Tuhan Yang Maha Esa masih belum menjadi poros atau wajah dan wijhah dari pendidikan Nasional kita; belum lagi dalam tataran operasional masih belum terciptanya keterpaduan tujuan , materi dan proses dalam PBM di sekolah
Dari uraian diatas dapatlah kita mengatakan : bahwa segala perubahan,improvisasi dan juga inovasi kurikulum haruslah berpijak pada kepada substansi yang sama ,yaitu tujuan pendidikan supaya peserta didik bias memiliki keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Apakah nama kurikulum itu bernama KBK, KTSP maupun yang lainnya.
Penerapan Prinsip prinsip Pancasila dalam Pendidikan Agama Islam
Paling tidak Pancasila mengarahkan dan mengajarkan kepada kita :
1. Keimanan kepada Allah SWT
2. Kemanusiaan
3. Persatuan
4. Musyawarah dan demokrasi
5. Keadilan social

Disisi lain, Pendidikan Agama Islam mengandung pengertian dan tujuan sebagai berikut:PAI adalah usaha sadar yang di lakukan untuk menyiapkan peserta didik memahami ajaran Islam (Knowing), terampil melaksanakan ajaran islam (doing),dan bias melakukan ajaran islam dalam kehidupan sehari hari (being).tujuan PAI adalah peningkatan pemahaman,keterampilan melakukan dan pengamalan ajaran islam dalam kehidupan sehari hari (Ahmad Tafsir )
Ada keterkaitan substansi antara rumusan pancasila dengan pengertian dan juga tujuan dari Pendidikan Agama Islam. Hal tersebut menjadi penting dalam rangka pelaksanaan pendidikan agama islam di sekolah dikarenakan PAI secara filosopis sangat bersesuaian dengan pancasila sebagai dasar Negara. Dalam pedoman penghayatan pengamalan pancasila disebutkan bahwa, sila sila yang ada di pancasila satu sama lain merupakan kesatuan yang saling terkait satu sama lainnya.contohnya sila kesatu menjiwai sila sila lainnya. Sehingga masyarakat Indonesia ,diharapkan menjadi seorang manusia yang beriman kepada Tuhan yang Maha Esa serta mempunyai sikap dan sipat berprikemanusiaan, adil, demokratis dan mampu menjaga persatuan dan kesatuan. Pun demikian apabila kita melihat pengertian dan tujuan dari PAI sangat di jiwai oleh rumusan rumusan pancasila.
Yang menjadi persoalan adalah di tingkat impelemntasi . Selain apa yang di sampaikan oleh Ahmad Tafsir yang mengatakan bahwa keimanan dan ketakwaan belum menjadi core pada tujuan pendidikan nasional kita , pada pelaksanaan di tingkat lapangan pun , Pendidikan Agama Islam belum bias di laksanankan secara oftimal , baik itu pada tingkat kurikulum, alokasi jam pelajaran hingga pada Proses Belajar Mengajar (PBM)
Jika kita perhatikan diagram di bawah ini,maka kita akan bias melihat missing link Pendidikan Agama Islam.
FILSAFAT NEGARA
KONSTITUSI (UUD)
UNDANG UNDANG (UU)
PERATURAN PEMERINTAH (PP)
SURAT KEPUTUSAN MENTERI (SKM)
PETUNJUK TEKNIS (JUKNIS)
PROSES BELAJAR MENGAJAR (PBM)


Atau kita perhatikan chart berikut ini
FILSAFAT NEGARA ____________ Ketuhanan Yang Maha Esa
KONSTITUSI (UUD) ____________ Ketuhanan Yang Maha Esa
UNDANG UNDANG (UU) ____________ Ketuhanan Yang Maha Esa
PERATURAN PEMERINTAH (PP) ____________ Ketuhanan Yang Maha Esa
SURAT KEPUTUSAN MENTERI (SKM) __________ Ketuhanan Yang Maha Esa
PETUNJUK TEKNIS (JUKNIS) ____________ Ketuhanan Yang Maha Esa
PROSES BELAJAR MENGAJAR (PBM) __________ Ketuhanan Yang Maha Esa

Pada proses belajar mengajar para guru sering melupakan karakter dari pendidikan agama Islam .Ahamad tafsir mengatakan ,bahwa karakteristik dari PAI adalah terletak pada Being-nya sedangkan komponen Knowing dan Doing-nya mempunyai porsi lebih sedikit dari being-nya. Ahmad Tafsir menginginkan ada proses internalisasi Pendidikan Agama Islam agar PAI menjadi lebih bermakna dan Fungsional. Hal tersebut didasarkan pada fakta begitu banyak siswa yang memahami dan terampil melakukan ajaran Islam tapi belum bias mengamalkannya dalam kehidupan sehari hari.
Kemudian Ahmad Tafsir menyodorkan konsep internalisasi dengan :
1. Peneladanan
2. Pembiasaan
3. Memperbanyak ritual ritual keagamaan
4. Berbagai bentuk perlombaan

Fropesionalitas guru pada Pendidikan Agama Islam mungkin agak berbeda dengan guru pada bidang yang lainnya.selain mensyaratkan pada aspek aspek kognitif ,penguasaan materi ,keberhasilan PAI akan sangat di tentukan sejauh mana seorang guru bias menjadi Uswah untuk murid muridnya.Dalam alqur’an sering disebutkan ;kita harus selalu menconto Nabi.karena dalam konteks seorang guru, Nabi Muhamad telah berhasil menjadi seorang guru yang sukses .beliau lebih banyak menitik beratkan kepada bagaimana setiap yang diajarkan oleh beliau, bias di praktekan secara sempurna dalam kehidupan sehari hari.
Tetapi juga , penting juga untuk di perhatikan ;keberhasilan Pendidikan Agama Islam tidak serta merta ditentukan oleh seorang guru.seluruh orang yang kontak dengan siswa juga menentukan keberhasilan Pendidikan Agama Islam. Kepala Sekolah, Orang Tua, karyawan dan yang lainnya seharusnya juga ikut menentukan keberhasilan Pendidikan Agama Islam. Contoh ketika pengajara tentang sholat .pada aspek knowing dan doing dari sholat tersebut, mungkin tidak akan banyak hambatan untuk mencapainya. Tetapi untuk sampai pada Being, Maka jika ada kerja sama seluruh civitas sekolah dengan cara menjadikan sholat sebagai “budaya” maka sangat mungkin sholat akan terinternalisasikan .




KESIMPULAN

Pendidikan Agama Islam sebagai sebuah sub system dari Pendidikan Nasional di Indonesia belumlah menjadi core dari system Pendidikan Nasional baru diposisikan sebatas sebagai pelengkap dari yang lain. Pendidikan agama Islam dianggap cukup jika sudah tercantum dalam kurikulum. Padahal jika kita merunut sampai pada filsapat Negara , yaitu Pancasila; Sila ketuhanan Yang Maha Esa adalah merupakan core dari Negara kita. Maka pendidikan keimanan dan ketakwaan seharusnya menjadi orientasi dari pendidikan kita. Samapai saat ini mata pelajaran PAI belum dijadikan mata pelajaran yang di UN kan. Ini sangat berdampak sekali pada posisi dan kedudukan PAI di dunia pendidikan.
Secara politik, sangat perlu adanya politic wil dari pemerintah untuk menempatkan kemudian mengorientasikan Pendidikan Agama Islam sebagai ruh dari system pendidikan nasional .baik itu dalam Undang Undang, Peraturan Pemerintah, Surat Keputusan Menteri atau juga Petunjuk Tekhnis.
Pada tingkat impelementasi Pendidikan Agama Islam, perlu di perhatikan beberapa hal :
1. Keterpaduaan anatara Tujuan , materi dan Proses Pendidikan Agama Islam
2. Integrisasi Pendidikan Agama Islam dalam Infra maupun supra stuktur Pendidikan
3. Fropesionalime Guru Pendidikan Agama Islam sebagai leading sector di tingkat lapangan
4. Internalisasi Pendidikan Agama Islam dengan melibatkan semua unsure stick holders pendidikan

Kedepan di butuhkan dinamisasi pelaksanaan Pendidikan Agama Islam tetapi tetap berporos pada core/ruh filsapat Negara ,yaitu Pancasila yang terwujudkan dalam sila Pertama ;Ketuhanan Yang Maha Esa atau Tauhidullah

Daftar fustaka
1. Al-qur.an al karim
2. Prof. Ahmad Tafsir, Pendidikan Agama Islam Di Sekolah
3. KH. Shalahudin Sanusi, Integerasi Ummat Islam
4. Prof. Dr. nurcholish Majid, Islam Doktrin dan Peradaban
5. Pedoman Pelaksanaan penghayatan dan Pengamalan Pancasila
6. Dasar dasar pengembangan kurikulum
7. Depatemen Agama, Standar kompetensi Madrasah Tsanawiyah
8. Urgensi Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Berbasis Humanisme-pluralisme











PENERAPAN PRINSIP PRINSIP PANCASILA
DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Disusun
Untuk memenuhi tugas mata kuliah


Ajang Supriatna







SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PERSATUAN UMAT ISLAM
STAI – PUI
M A J A L E N G K A

Senin, 28 Juni 2010

Menjadi Bintang

Mengalah .......
berserah.........
membiarkan tenggelam
dalam tak terhingga
kemudian mengapung dalam keinginan

Merasakan..
membiarkan mengusik
tembus tak terelakan
semuanya..... ..segalanya

menjadi bintang menjadi bulan
dalam pekat malam
menjadi matahari pun
biarlah hanya tercatatkan
biarlah dalam kenang kenangan

jika malam jadi terlewatkan saja dalam gelapnya
jika hari berlalu hanya dalam hitungan denting jarum jam
Aku bertanya: kenapa aku jadi bintang,jadi bulan dan matahari sekalipun
catatan pun jadi lusuh tak terbingkaikan...tak tersampulkan

dipersilahkan menepi dalam bahagia
bersandarlah merasakan tetesan demi tetesan rasa yang jadi asa
ambilah ambilah....
jangan pernah di letakan lagi
karena mungkin akan pergi begitu saja
sementara biarkan bintang beredar di belahan bumi lain
relakan bulan bergilr memantulkan sinar di tanah berbeda
matahari pun akan bersinergi dengan kehiduan sebagian lain

biarkan matahari menikmati panasnya sendiri
bintang asyik bersama temannya mengklaim keindahan nya
dan bulan merasakan kehangatan matahari dalam berbag

Memohon Pada Kata

Memerankan nasib…
Tapi sambil bertopeng
Tetapi juga tak di belakang layar..
Tetapi juga harus dua peran dijalankan

Orang orang tidak harus tahu
Apakah sedang sakit ..apakah tidak sedang sakit
Orang orang tidak harus bertanya
Kenapa harus berperan lucu dengan tangisan
Kenapa harus terbahak bahak dalam irisan kesedihan

Yang pasti peran ini harus tetap dalam scenario
Yang pasti semua mata masih tetap berharap efisode ini tetap ada

Terbanting keperihan tak terelakan tak terniankan
terkoyak dalam titik nadir ke tidak mampuan tak pun bersua akhir
mengetuk keras keterbatasan tak terbukakan
mengiris…menyayat
mendekatkan kepiluan ……

sementara angin malam melambaikan kegundahan
dingin …sepi dan satir
pun langit membisikan kebisuan

ada pertengkaran dalam jiwa
mana yang harus di kedepankan
menerima atau lebih baik mempertanyakan
untuk selanjutnya menolak peran

Ibu mengajarkan diam dalam kegaduhan
Sembunyi dalam terang
Pun membiasakan tertawa dalam duka

Kepada kata aku curhat
Kepada pena ku titipkan pesan
Ku peluk Lembaran kertas seraya berbisik….
Tolong beritahu Tuhan ….

Sabtu, 26 Juni 2010

Allahu alshomad

Kepada manusia aku tak berhasil memetik harapan
Sekalipun sangat di harap
Pada manusia tak bisa aku meminta
Biarpun dia punya
Sungguhpun menghiba memelas
Kepada sesama, rajukan rayuan seperti tak berma’na

Padahal bukan untuk aku di pintakan
Semestinya aku hanya di titipi kebaikan
Yang sungguh buat mereka di bentangkan

Bukankah Tuhan telah bersaksi ,
: Jika engkau berbuat baik tiada bukan kebaikan itu untuk engkau
Seluruhnya, semuanya tak tersisa untuk siapa
Teramat untuk Aku,tiada satu bagian pun

Padahal tidaklah aku yang sangat nian beruntung
Pun ketika semua memberikan segala
Yang ada dan di adakan
Yang sangat maupun sekedar di cintai
Terpaksa, juga yang sangat rela

Jika pun ada baik untuk aku
Itu adalah ada jika kalian kenyang menikmati buah kebaikan
Aku hanya mencoba mengais sisa sisa kebaikan yang kalian dapatkan

Tapi memang aku tak punya kuasa
Walau untuk menawarkan manusia kebaikan
Betapapun itu ku bawa
Ku sodorkan dengan kado berbalut pita di rangkaikan
Sambil ku bertekuk penuh asa sedikit memelas

Allahu alshomad
Menyadarkan sekaligus menapikan
Kini dan sangat mungkin untuk esok, lusa dan esok berturut
Bahwa manusia akan selalu bisa,mampu apalagi selalu mau
Bahwa manusia akan dan selalu memberi

Allahu alshomad
Menggantungkan …menyerahkan
Menggantungkan …mengharapkan
Menggantungkan…mencopotkan yang lain

Allahu alshomad Allahu alshomad
Membangkitkan menggerakan melecutkan

Allahu alshomad Allahu alshomad
Mengosongkan menisbikan

Allahu alshomad Allahu alshomad
Memijakan kaki di bumi
Menyentuhkan tangan di langit

MENUNGGU MANGSA

Pesan untuk orang-orang kaya !

VISI MISI TUJUAN PENDIDIKAN PERSIS

VISI ,MISI DAN TUJUAN PENDIDIKAN
PESANTREN PERSATUAN ISLAM
Oleh : Drs. H. Ahmad Daerobby M.Ag.
I.Muqaddimah
Dalam rangka Reorientasi dan Revitalisasi Sistem dan model pendidikan di lingkungan Persis diperlukan pemahaman yang mendalam tentang Visi, Misi dan Tujuan dari pendidikan itu. Dengan adanya pemahaman yang mendalam tentang itu, maka akan diketahui ,arah dan tujuan pendidikan di Persis, termasuk system dan model yang akan diberlakukannya. Memahami Visi, artinya memahami pandangan ke depan dari pendidikan itu . Memahami Misi, artinya memahami apa yang akan diemban dengan adanya pendidikan itu. Sedangkan memahami Tujuan, yaitu tahu dan paham tujuan akhir (ghayah) yang akan dicapai oleh pendidikan itu.
Adapun tentang sisitem dan model pendidikan yang diterapkan di Persatuan Islam, sebagaimana diketahui pada umumnya menganut system “ Pesantren”.Di- mulai dari tingkat pemula sampai ke tingkat yang lebih tinggi ( Ibtidaiyyah, Tajhiziyyah, Tsanawiyyah dan Muallimien).
Jika semua itu dipahami ,dari mulai Visi, Misi, Tujuan, system dan Model, maka dapat diprogram dengan baik segala sesuatu yang berkaitan dengan pendidikan Kepesantrenan tsb. Seperti selektif dalam memilih santri baru yang akan dididik di Pesantren itu. Memilih guru atau asatidzahnya yang betul-betul berkompeten dalam bidangnya. Membuat kurikulum yang sesuai dengan perkembangan zaman. Menentukan metoda pembelajaran yang baik ,termasuk memperhatikan sarana bangunan fisik yang memadai. Insya Allah dengan program yang betul betul terencana dengan baik ini, tujuan pendidikan Pesantren itu akan tercapai.
II. Visi, Misi dan Tujuan.
Dalam buku Pedoman Kerja Jam’iyyah dan “ Peyempurnaan Kurikulum 2006,diterangkan mengenai Visi, Misi ,dan Tujuan Pendidikan Pesantren di lingkungan Persatuan Islam sbb.:( Lihat :Desertasi DR.Dedeng Rasyidin MAg):

A. Visi : Terwujudnya manusia sebagai Khalifah di muka bumi.Landasannya sebagaimana Firman Allah SWT. ( Al-Baqarah : 30 ):
??? ??? ???? ??????? ???? ???? ?? ????? ????? . ..
Arti “ Khalifah” dalam alquran : “Pengganti mahluk lain sebelumnya”,” Khalifah Allah dalam mengajarkan tauhid,menjalankan hukum dan keadilan”,” Menggantikan kaum yang terdahulu”, “Mengganti generasi yang sebelumnya”, “Khalifah Allah dalam membangun dan memakmurkan bumi,” Pemimpin yang bertanggung jawab”

B. Misi : Pemanusiaan “Insan Ulul-Albab” selaku muslim Kaaffah yang tafaqquh Fid-Dien. Sebagaimana firman Allah SWT.) Al-Baqarah: 208)

??????? ????? ????? ?????? ?? ????? ????? ...
Kata “ Insan “ diambil dari kata “Anasa”, Anisa”, dan Nasiya.
“Anasa” dalam pengertian “Abshara” : Melihat, bernalar dan berfikir.
“Anisa” dalam pengertian “jinak” atau ramah. Dan “Nasiya” dalam pengertian “lupa”.
“ Ulul Albab” : artinya orang yang mempunyai akal yang bersih dari kekotoran”.
Atau “ yang mempunyai pemikiran sempurna’ bersih dari kekotoran”. Atau yang mempunyai akal yang bercahaya ,bersih dari hawa nafsu, atau “ yang mempunyai pandangan bersinar , dan akal yang kuat,hasil tadabbur dan tafakkur”.

C. Tujuan : Terwujudnya kepribadian muslim yang “Tafaqquh Fid-Dien”.
Tafaqquh, artinya : Jika seseorang mencari ilmu kemudian mengkhususkan padanya untuk mendalaminya.Dalam al-Qur’an dijelaskan ( Attaubah :122 ):

??? ??? ???????? ??????? ????? ????? ??? ?? ??? ???? ???? ????? ????????? ?? ?????...
Kemudian Tafaqquh fid-Dien itu adalah suatu tuntutan untuk menjadi “Fuqaha”, mengerti dan paham terhadap ilmu ,serta memikul beban yang berat dalam mmemperolehnya, dan mampu menyampaikan pada orang lain. ( Al-Shabuni: 389)
Tafaqquh Fid-Dien adalah mempelajari apa yang Allah turunkan dan mengajarkannya.( Al-Suyuthi: 4: 322).
Tafaqquh Fid-Dien adalah media untuk berjihad lewat hujjah dan petunjuk, yang merupakan satu segi yang sangat penting dalam da’wah untuk mengajak kepada iman dan menegakkan sendi-sendi ke-Islaman”.
Dengan tafaqquh Fid-Dien ini akan menghasilkan fiqih. Dan dengan Tafaqquh fid-Dien artinya dituntut untuk menjadi seorang mujtahid. Adapun syarat-syarat menjadi Mujtahid diterangkan oleh para ulama Ushul, antara lain :
1. Memahami al-Qur’an dengan Asbab Nuzulnya,Nasikh dan mansukhnya, 2.Memahamai hadits dan ilmu Hadits,3. Mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang bahasa Arab,4. Mengetahui tentang tempat-tempat Ijma’,-5. Mengetahui ushul-Fiqih. 6. Mengetahui maksud-maksud Syari’at. 7, Memahami keadaan masyarakat. 8. Bersikap Adil dan takwa .( Yusuf Al-Qardawi).
Hal ini perlu diperhatikan oleh penyelenggara lembaga pendidikan di Persis agar dapat menentukan kebijakan yang sesuai dengan tujuan. Khususnya mengatur kurikulum, metoda pembelajaran secara mandiri dan menjadi ciri Khas. Dan selektif memilih calon santri-santrinya, berikut para pengajarnya.
III.Kesimpulan
Dari pengertian Tafaqquh Fid-Dien di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan Pesantren Persatuan Islam adalah untuk menjadi Fuqaha (ahli Fiqih).Yang tentunya dari tujuan ini dapat ditarik benang merahnya, khususnya bagaimana mengaplikasikannya secara benar. Dan dengan demikian maka ciri khas dari pesantren Persis adalah ke-Fiqihan-nya” yang harus ditonjolkan.
Demikianlah. Wallahu a’lam bi Al-Shawab.
HUKUM KLONING,INSEMINASI BUATAN DAN BAYI TABUNG
A. Pengertian Kloning,Inseminasi Buatan dan Bayi Tabung
* Kloning manusia adalah teknik membuat keturunan dengan kode genetik yang sama dengan induknya yang berupa manusia. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengambil sel tubuh (sel somatik) dari tubuh manusia, kemudian diambil inti selnya (nukleus) dan selanjutnya ditanamkan pada sel telur (ovum) wanita –yang telah dihilangkan inti selnya- dengan suatu metode yang mirip dengan proses pembuahan atau inseminasi buatan. Lalu dengan bantuan cairan kimiawi khusus dan kejutan arus listrik, inti sel digabungkan dengan sel telur. Setelah proses penggabungan ini terjadi, sel telur yang telah bercampur dengan inti sel tersebut ditransfer ke dalam rahim seorang perempuan, agar dapat memperbanyak diri, berkembang, berdiferensiasi dan berubah menjadi janin sempurna. Setelah itu keturunan yang dihasilkan dapat dilahirkan secara alami. Keturunan ini akan berkode genetik sama dengan induknya, yakni orang yang menjadi sumber inti sel tubuh yang telah ditanamkan pada sel telur perempuan.
* inseminasi buatan adalah peletakan sperma ke follicle ovarian (intrafollicular), uterus (intrauterine), cervix (intracervical), atau tube fallopian (intratubal) wanita dengan menggunakan cara buatan dan bukan dengan kopulasi alami.
* Teknik modern untuk inseminasi buatan pertama kali dikembangkan untuk industri ternak untuk membuat banyak sapi dihamili oleh seekor sapi jantan untuk meningkatkan produksi susu.
* inseminasi, lengkapnya inseminasi buatan adalah suatu tindakan kedokteran yang bertujuan memasukkan sperma ke dalam rahim agar dapat membuahi sel telur. Tindakan inseminasi dilakukan pada keadaan sebagai berikut. Pertama, bila terdapat gangguan sperma, yang tidak dapat diatasi dengan pengobatan biasa. Kedua, bila terdapat gangguan pada mulut rahim yang tidak memungkinkan sperma bergerak masuk ke dalam rahim. Ketiga, bila terjadi gangguan fungsi seksual sehingga hubungan seksual tidak dapat berlangsung.

* Bayi tabung atau pembuahan in vitro (bahasa Inggris: in vitro fertilisation) adalah sebuah teknik pembuahan dimana sel telur (ovum) dibuahi di luar tubuh wanita. Bayi tabung adalah salah satu metode untuk mengatasi masalah kesuburan ketika metode lainnya tidak berhasil. Prosesnya terdiri dari mengendalikan proses ovulasi secara hormonal, pemindahan sel telur dari ovarium dan pembuahan oleh sel sperma dalam sebuah medium cair.
Teknologi ini dirintis oleh P.C Steptoe dan R.G Edwards pada tahun 1977.

Proses dan Tujuan Dan Hukum Kloning
Kloning manusia dapat berlangsung dengan adanya laki-laki dan perempuan dalam prosesnya. Kloning manusia dapat pula berlangsung di antara perempuan saja, tanpa memerlukan kehadiran laki-laki. Proses ini dilaksanakan dengan mengambil sel dari tubuh seorang perempuan. Kemudian inti selnya diambil dan digabungkan dengan sel telur perempuan yang telah dibuang inti selnya. Untuk proses selanjutnya dapat melihat tulisan sebelumnya yang berjudul “Mengenal Kloning”.
Kloning yang dilakukan pada laki-laki atau perempuan –baik yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas keturunan dengan menghasilkan keturunan yang lebih cerdas, lebih kuat, lebih sehat dan lebih rupawan, maupun yang bertujuan untuk memperbanyak keturunan guna meningkat jumlah penduduk suatu bangsa atau negara itu lebih kuat.
Kloning telah berhasil dilakukan pada tanaman sebagaimana pada hewan belakangan ini, kendatipun belum berhasil dilakukan pada manusia. (dikutip dari buku Beberapa Problem Kontemporer Dalam Pandangan Islam karya Abdul Qadim Zallum, cet. Pertama Juni 1998 M).
Adapun hukum kloning manusia, meskipun hal ini belum terjadi, tetapi para pakar mengatakan bahwa keberhasilan kloning sesungguhnya merupakan pendahuluan bagi keberhasilan kloning manusia.
Kloning manusia dapat berlangsung dengan adanya laki-laki dan perempuan dalam prosesnya. Kloning manusia dapat pula berlangsung di antara perempuan saja, tanpa memerlukan kehadiran laki-laki. Proses ini dilaksanakan dengan mengambil sel dari tubuh seorang perempuan. Kemudian inti selnya diambil dan digabungkan dengan sel telur perempuan yang telah dibuang inti selnya. Untuk proses selanjutnya dapat melihat tulisan sebelumnya yang berjudul “Mengenal Kloning”.
Kloning yang dilakukan pada laki-laki atau perempuan –baik yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas keturunan dengan menghasilkan keturunan yang lebih cerdas, lebih kuat, lebih sehat dan lebih rupawan, maupun yang bertujuan untuk memperbanyak keturunan guna meningkat jumlah penduduk suatu bangsa atau negara itu lebih kuat- seandainya benar terwujud, maka sungguh akan menjadi bencana dan biang kerusakan bagi dunia. Kloning ini haram menurut syari’at Islam dan tidak boleh dilakukan.
Dalil-dalil keharamannya adalah sebagai berikut:
1. Anak-anak produk proses kloning tersebut dihasilkan melalui cara yang tidak alami. Padahal justru cara alami itulah yang telah ditetapkan oleh Allah untuk manusia dan dijadikan-Nya sebagai sunatullah untuk menghasilkan anak-anak dan keturunan. Allah berfirman, “dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan, dari air mani, apabila dipancarkan.” (QS An-Najm (53):45-46)
Allah berfirman, “Bukankah dia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim), kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu Allah menciptakannya, dan menyempurnakannya.” (QS Al-Qiyâmah (75):37-38)
?2. Anak-anak produk kloning dari perempuan saja (tanpa adanya laki-laki), tidak akan mempunyai ayah. Dan anak produk kloning tersebut jika dihasilkan dari proses pemindahan sel telur –yang telah digabungkan dengan inti sel tubuh- ke dalam rahim perempuan yang bukan pemilik sel telur-, tidak pula akan mempunyai ibu. Sebab rahim perempuan yang menjadi tempat pemindahan sel telur tersebut hanya menjadi penampung, tidak lebih. Ini merupakan tindakan menyia-nyiakan manusia, sebab dalam kondisi ini tidak terdapat ibu dan ayah. Hal ini bertentangan dengan firman Allah Swt; “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan.” (QS Al-Hujurat (49):13)
Juga bertentangan dengan firman Allah Swt; “Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka.” (QS Al-Ahdzab (33):5)
3. Kloning manusia akan menghilangkan nasab (garis keturunan). Padahal Islam telah mewajibkan pemeliharaan nasab. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra., yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw telah bersabda, ”Siapa saja yang menghubungkan nasab kepada orang yang bukan ayahnya, atau (seorang budak) bertuan (loyal/taat) kepada selain tuannya, maka dia akan mendapat laknat dari Allah para malaikat dan seluruh manusia.” (HR Ibnu Majah)
Diriwayatkan dari Abu Utsman An-Nahri ra yang berkata, ”Aku mendengar Sa’ad dan Abu Bakrah masing-masing berkata, ”Kedua telingaku telah mendengar dan hatiku telah menghayati sabda Muhammad Saw, ”Siapa saja yang mengaku-ngaku (sebagai anak) kepada orang yang bukan bapaknya, padahal dia tahu bahwa orang itu bukan bapaknya, maka surga baginya haram.” (HR Ibnu Majah)
Kloning yang bertujuan memproduksi manusia-manusia yang unggul –dalam hal kecerdasan, kekuatan fisik, kesehatan, kerupawanan- jelas mengharuskan seleksi terhadap para laki-laki dan perempuan yang mempunyai sifat-sifat unggul tersebut, tanpa mempertimbangkan apakah mereka suami-isteri atau bukan, sudah menikah atau belum. Dengan demikian sel-sel tubuh akan diambil dari laki-laki dan perempuan yang mempunyai sifat-sifat yang diinginkan, dan sel-sel telur juga akan diambil dari perempuan-perempuan terpilih serta diletakkan pada rahim perempuan terpilih pula, yang mempunyai sifat-sifat keunggulan. Semua ini akan mengakibatkan hilangnya nasab dan bercampur aduknya nasab.
4. Memproduksi anak melalui proses kloning akan mencegah pelaksanaan banyak hukum-hukum syara’, seperti hukum tentang perkawinan, nasab, nafkah, hak dan kewajiban antara bapak dan anak, waris, perawatan anak, hubungan kemahraman, hubungan ’ashabah dan lain-lain. (arnab) (dikutip dari buku Beberapa Problem Kontemporer Dalam Pandangan Islam karya Abdul Qadim Zallum, cet. Pertama Juni 1998 M).

Bayi Tabung Dan Inseminasi Buatan
Teknologi bayi tabung dan inseminasi buatan merupakan hasil terapan sains modern yang pada prinsipnya bersifat netral sebagai bentuk kemajuan ilmu kedokteran dan biologi. Sehingga meskipun memiliki daya guna tinggi, namun juga sangat rentan terhadap penyalahgunaan dan kesalahan etika bila dilakukan oleh orang yang tidak beragama, beriman dan beretika sehingga sangat potensial berdampak negatif dan fatal. Oleh karena itu kaedah dan ketentuan syariah merupakan pemandu etika dalam penggunaan teknologi ini sebab penggunaan dan penerapan teknologi belum tentu sesuai menurut agama, etika dan hukum yang berlaku di masyarakat.
Masalah inseminasi buatan ini menurut pandangan Islam termasuk masalah kontemporer ijtihadiah, karena tidak terdapat hukumnya seara spesifik di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah bahkan dalam kajian fiqih klasik sekalipun. Karena itu, kalau masalah ini hendak dikaji menurut Hukum Islam, maka harus dikaji dengan memakai metode ijtihad yang lazimnya dipakai oleh para ahli ijtihad (mujtahidin), agar dapat ditemukan hukumnya yang sesuai dengan prinsip dan jiwa Al-Qur’an dan As-Sunnah yang merupakan sumber pokok hukum Islam. Namun, kajian masalah inseminasi buatan ini seyogyanya menggunakan pendekatan multi disipliner oleh para ulama dan cendikiawan muslim dari berbagai disiplin ilmu yang relevan, agar dapat diperoleh kesimpulan hukum yang benar-benar proporsional dan mendasar. Misalnya ahli kedokteran, peternakan, biologi, hukum, agama dan etika.
Masalah inseminasi buatan ini sejak tahun 1980-an telah banyak dibicarakan di kalangan Islam, baik di tingkat nasional maupun internasional. Misalnya Majlis Tarjih Muhammadiyah dalam Muktamarnya tahun 1980, mengharamkan bayi tabung dengan sperma donor sebagaimana diangkat oleh Panji Masyarakat edisi nomor 514 tanggal 1 September 1986. Lembaga Fiqih Islam Organisasi Konferensi Islam (OKI) dalam sidangnya di Amman tahun 1986 mengharamkan bayi tabung dengan sperma donor atau ovum, dan membolehkan pembuahan buatan dengan sel sperma suami dan ovum dari isteri sendiri. Persis melalui siding dewan hisbah nya juga telah membuat keputusan tentang pengharaman bayi tabung. Vatikan secara resmi tahun 1987 telah mengecam keras pembuahan buatan, bayi tabung, ibu titipan dan seleksi jenis kelamin anak, karena dipandang tak bermoral dan bertentangan dengan harkat manusia. Mantan Ketua IDI, dr. Kartono Muhammad juga pernah melemparkan masalah inseminasi buatan dan bayi tabung. Ia menghimbau masyarakat Indonesia dapat memahami dan menerima bayi tabung dengan syarat sel sperma dan ovumnya berasal dari suami-isteri sendiri.
Dengan demikian, mengenai hukum inseminasi buatan dan bayi tabung pada manusia harus diklasifikasikan persoalannya secara jelas. Bila dilakukan dengan sperma atau ovum suami isteri sendiri, baik dengan cara mengambil sperma suami kemudian disuntikkan ke dalam vagina, tuba palupi atau uterus isteri, maupun dengan cara pembuahannya di luar rahim, kemudian buahnya (vertilized ovum) ditanam di dalam rahim istri; maka hal ini dibolehkan, asal keadaan suami isteri tersebut benar-benar memerlukan inseminasi buatan untuk membantu pasangan suami isteri tersebut memperoleh keturunan. Hal ini sesuai dengan kaidah ‘al hajatu tanzilu manzilah al dharurat’ (hajat atau kebutuhan yang sangat mendesak diperlakukan seperti keadaan darurat).
Sebaliknya, kalau inseminasi buatan itu dilakukan dengan bantuan donor sperma dan ovum, maka diharamkan dan hukumnya sama dengan zina. Sebagai akibat hukumnya, anak hasil inseminasi itu tidak sah dan nasabnya hanya berhubungan dengan ibu yang melahirkannya. Menurut hemat penulis, dalil-dalil syar’i yang dapat dijadikan landasan menetapkan hukum haram inseminasi buatan dengan donor ialah:
Pertama; firman Allah SWT dalam surat al-Isra:70 dan At-Tin:4. Kedua ayat tersebuti menunjukkan bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk yang mempunyai kelebihan/keistimewaan sehingga melebihi makhluk-makhluk Tuhan lainnya. Dan Tuhan sendiri berkenan memuliakan manusia, maka sudah seharusnya manusia bisa menghormati martabatnya sendiri serta menghormati martabat sesama manusia. Dalam hal ini inseminasi buatan dengan donor itu pada hakikatnya dapat merendahkan harkat manusia sejajar dengan tumbuh-tumbuhan dan hewan yang diinseminasi.
Kedua; hadits Nabi Saw yang mengatakan, “tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain (istri orang lain).” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan dipandang Shahih oleh Ibnu Hibban).
Berdasarkan hadits tersebut para ulama sepakat mengharamkan seseorang melakukan hubungan seksual dengan wanita hamil dari istri orang lain. Tetapi mereka berbeda pendapat apakah sah atau tidak mengawini wanita hamil. Menurut Abu Hanifah boleh, asalkan tidak melakukan senggama sebelum kandungannya lahir. Sedangkan Zufar tidak membolehkan. Pada saat para imam mazhab masih hidup, masalah inseminasi buatan belum timbul. Karena itu, kita tidak bisa memperoleh fatwa hukumnya dari mereka.

Hadits ini juga dapat dijadikan dalil untuk mengharamkan inseminasi buatan pada manusia dengan donor sperma dan/atau ovum, karena kata maa’ dalam bahasa Arab bisa berarti air hujan atau air secara umum, seperti dalam Thaha:53. Juga bisa berarti benda cair atau sperma seperti dalam An-Nur:45 dan Al-Thariq:6.
Dalil lain untuk syarat kehalalan inseminasi buatan bagi manusia harus berasal dari ssperma dan ovum pasangan yang sah menurut syariah adalah kaidah hukum fiqih yang mengatakan “dar’ul mafsadah muqaddam ‘ala jalbil mashlahah” (menghindari mafsadah atau mudharat) harus didahulukan daripada mencari atau menarik maslahah/kebaikan.
Sebagaimana kita ketahui bahwa inseminasi buatan pada manusia dengan donor sperma dan/atau ovum lebih banyak mendatangkan mudharat daripada maslahah. Maslahah yang dibawa inseminasi buatan ialah membantu suami-isteri yang mandul, baik keduanya maupun salah satunya, untuk mendapatkan keturunan atau yang mengalami gangguan pembuahan normal. Namun mudharat dan mafsadahnya jauh lebih besar, antara lain berupa:
1. Percampuran nasab, padahal Islam sangat menjada kesucian/kehormatan kelamin dan kemurnian nasab, karena nasab itu ada kaitannya dengan kemahraman dan kewarisan.
2. Bertentangan dengan sunnatullah atau hukum alam.
3. Inseminasi pada hakikatnya sama dengan prostitusi, karena terjadi percampuran sperma pria dengan ovum wanita tanpa perkawinan yang sah.
4. Kehadiran anak hasil inseminasi bisa menjadi sumber konflik dalam rumah tanggal.
5. Anak hasil inseminasi lebih banyak unsur negatifnya daripada anak adopsi.
6. Bayi tabung lahir tanpa melalui proses kasih sayang yang alami, terutama bagi bayi tabung lewat ibu titipan yang menyerahkan bayinya kepada pasangan suami-isteri yang punya benihnya sesuai dengan kontrak, tidak terjalin hubungan keibuan secara alami. (QS. Luqman:14 dan Al-Ahqaf:14).
Adapun mengenai status anak hasil inseminasi buatan dengan donor sperma dan/atau ovum menurut hukum Islam adalah tidak sah dan statusnya sama dengan anak hasil prostitusi atau hubungan perzinaan. Dan kalau kita bandingkan dengan bunyi pasal 42 UU Perkawinan No. 1 tahun 1974, “anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah” maka tampaknya memberi pengertian bahwa anak hasil inseminasi buatan dengan donor itu dapat dipandang sebagai anak yang sah. Namun, kalau kita perhatikan pasal dan ayat lain dalam UU Perkawinan ini, terlihat bagaimana peranan agama yang cukup dominan dalam pengesahan sesuatu yang berkaitan dengan perkawinan. Misalnya pasal 2 ayat 1 (sahnya perkawinan), pasal 8 (f) tentang larangan perkawinan antara dua orang karena agama melarangnya, dll. lagi pula negara kita tidak mengizinkan inseminasi buatan dengan donor sperma dan/atau ovum, karena tidak sesuai dengan konstitusi dan hukum yang berlaku.
KESIMPULAN
Cloning,Inseminasi buatan dan Bayi tabung merupakan produk kontemporer yang belum pernah terjadi di jaman Nabi. Untuk itu di perlukan pengambilan status hokum untuk masalah masalah tersebut dengan mencarikan inti dalil dalil dari Al-quran dan al - hadits
Untuk cloning, asal dari pembuatan nya di maksudkan untuk memperbaiki kualitas keturunan.entah itu rupanya, kecerdasan maupun kekuatannya. Tetapi di tilik dari persfektif Islam akan banyak timbul madhorot apabila cloning di lakukan.diantaranya:
a. Anak-anak produk proses kloning tersebut dihasilkan melalui cara yang tidak alami.
b. Anak-anak produk kloning dari perempuan saja (tanpa adanya laki-laki), tidak akan mempunyai ayah
c. Kloning manusia akan menghilangkan nasab (garis keturunan).
d. Memproduksi anak melalui proses kloning akan mencegah pelaksanaan banyak hukum-hukum syara’, seperti hukum tentang perkawinan, nasab, nafkah, hak dan kewajiban antara bapak dan anak, waris, perawatan anak, hubungan kemahraman, hubungan ’ashabah dan lain-lain.
Demikian juga dengan Inseminasi buatan dan Bayi Tabung, ada beberapa hal yang harus di perjelas di sini.
1. Proses Bayi tabung yang benihnya berasal dari suami istri dan di tempatkan pada rahim istrinya,dipebolehkan secara syar’i.
2. Membuahi sel telur bukan dengan sperma yang halal adalah terlaang secara syar’i.
3. Sel telur yang telah di buahi oleh sperma yang halal dengan proses bayi tabung kemudian ditempatkan bukan pada rahim istrinya adalah terlarang secara syar’i










HUKUM KLONING INSEMINASI BUATAN
DAN BAYI TABUNG
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih




Ajang Supriatna


















SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM –PUI
MAJALENGKA

Jumat, 25 Juni 2010