Sabtu, 26 Juni 2010

HUKUM KLONING,INSEMINASI BUATAN DAN BAYI TABUNG
A. Pengertian Kloning,Inseminasi Buatan dan Bayi Tabung
* Kloning manusia adalah teknik membuat keturunan dengan kode genetik yang sama dengan induknya yang berupa manusia. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengambil sel tubuh (sel somatik) dari tubuh manusia, kemudian diambil inti selnya (nukleus) dan selanjutnya ditanamkan pada sel telur (ovum) wanita –yang telah dihilangkan inti selnya- dengan suatu metode yang mirip dengan proses pembuahan atau inseminasi buatan. Lalu dengan bantuan cairan kimiawi khusus dan kejutan arus listrik, inti sel digabungkan dengan sel telur. Setelah proses penggabungan ini terjadi, sel telur yang telah bercampur dengan inti sel tersebut ditransfer ke dalam rahim seorang perempuan, agar dapat memperbanyak diri, berkembang, berdiferensiasi dan berubah menjadi janin sempurna. Setelah itu keturunan yang dihasilkan dapat dilahirkan secara alami. Keturunan ini akan berkode genetik sama dengan induknya, yakni orang yang menjadi sumber inti sel tubuh yang telah ditanamkan pada sel telur perempuan.
* inseminasi buatan adalah peletakan sperma ke follicle ovarian (intrafollicular), uterus (intrauterine), cervix (intracervical), atau tube fallopian (intratubal) wanita dengan menggunakan cara buatan dan bukan dengan kopulasi alami.
* Teknik modern untuk inseminasi buatan pertama kali dikembangkan untuk industri ternak untuk membuat banyak sapi dihamili oleh seekor sapi jantan untuk meningkatkan produksi susu.
* inseminasi, lengkapnya inseminasi buatan adalah suatu tindakan kedokteran yang bertujuan memasukkan sperma ke dalam rahim agar dapat membuahi sel telur. Tindakan inseminasi dilakukan pada keadaan sebagai berikut. Pertama, bila terdapat gangguan sperma, yang tidak dapat diatasi dengan pengobatan biasa. Kedua, bila terdapat gangguan pada mulut rahim yang tidak memungkinkan sperma bergerak masuk ke dalam rahim. Ketiga, bila terjadi gangguan fungsi seksual sehingga hubungan seksual tidak dapat berlangsung.

* Bayi tabung atau pembuahan in vitro (bahasa Inggris: in vitro fertilisation) adalah sebuah teknik pembuahan dimana sel telur (ovum) dibuahi di luar tubuh wanita. Bayi tabung adalah salah satu metode untuk mengatasi masalah kesuburan ketika metode lainnya tidak berhasil. Prosesnya terdiri dari mengendalikan proses ovulasi secara hormonal, pemindahan sel telur dari ovarium dan pembuahan oleh sel sperma dalam sebuah medium cair.
Teknologi ini dirintis oleh P.C Steptoe dan R.G Edwards pada tahun 1977.

Proses dan Tujuan Dan Hukum Kloning
Kloning manusia dapat berlangsung dengan adanya laki-laki dan perempuan dalam prosesnya. Kloning manusia dapat pula berlangsung di antara perempuan saja, tanpa memerlukan kehadiran laki-laki. Proses ini dilaksanakan dengan mengambil sel dari tubuh seorang perempuan. Kemudian inti selnya diambil dan digabungkan dengan sel telur perempuan yang telah dibuang inti selnya. Untuk proses selanjutnya dapat melihat tulisan sebelumnya yang berjudul “Mengenal Kloning”.
Kloning yang dilakukan pada laki-laki atau perempuan –baik yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas keturunan dengan menghasilkan keturunan yang lebih cerdas, lebih kuat, lebih sehat dan lebih rupawan, maupun yang bertujuan untuk memperbanyak keturunan guna meningkat jumlah penduduk suatu bangsa atau negara itu lebih kuat.
Kloning telah berhasil dilakukan pada tanaman sebagaimana pada hewan belakangan ini, kendatipun belum berhasil dilakukan pada manusia. (dikutip dari buku Beberapa Problem Kontemporer Dalam Pandangan Islam karya Abdul Qadim Zallum, cet. Pertama Juni 1998 M).
Adapun hukum kloning manusia, meskipun hal ini belum terjadi, tetapi para pakar mengatakan bahwa keberhasilan kloning sesungguhnya merupakan pendahuluan bagi keberhasilan kloning manusia.
Kloning manusia dapat berlangsung dengan adanya laki-laki dan perempuan dalam prosesnya. Kloning manusia dapat pula berlangsung di antara perempuan saja, tanpa memerlukan kehadiran laki-laki. Proses ini dilaksanakan dengan mengambil sel dari tubuh seorang perempuan. Kemudian inti selnya diambil dan digabungkan dengan sel telur perempuan yang telah dibuang inti selnya. Untuk proses selanjutnya dapat melihat tulisan sebelumnya yang berjudul “Mengenal Kloning”.
Kloning yang dilakukan pada laki-laki atau perempuan –baik yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas keturunan dengan menghasilkan keturunan yang lebih cerdas, lebih kuat, lebih sehat dan lebih rupawan, maupun yang bertujuan untuk memperbanyak keturunan guna meningkat jumlah penduduk suatu bangsa atau negara itu lebih kuat- seandainya benar terwujud, maka sungguh akan menjadi bencana dan biang kerusakan bagi dunia. Kloning ini haram menurut syari’at Islam dan tidak boleh dilakukan.
Dalil-dalil keharamannya adalah sebagai berikut:
1. Anak-anak produk proses kloning tersebut dihasilkan melalui cara yang tidak alami. Padahal justru cara alami itulah yang telah ditetapkan oleh Allah untuk manusia dan dijadikan-Nya sebagai sunatullah untuk menghasilkan anak-anak dan keturunan. Allah berfirman, “dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan, dari air mani, apabila dipancarkan.” (QS An-Najm (53):45-46)
Allah berfirman, “Bukankah dia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim), kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu Allah menciptakannya, dan menyempurnakannya.” (QS Al-Qiyâmah (75):37-38)
?2. Anak-anak produk kloning dari perempuan saja (tanpa adanya laki-laki), tidak akan mempunyai ayah. Dan anak produk kloning tersebut jika dihasilkan dari proses pemindahan sel telur –yang telah digabungkan dengan inti sel tubuh- ke dalam rahim perempuan yang bukan pemilik sel telur-, tidak pula akan mempunyai ibu. Sebab rahim perempuan yang menjadi tempat pemindahan sel telur tersebut hanya menjadi penampung, tidak lebih. Ini merupakan tindakan menyia-nyiakan manusia, sebab dalam kondisi ini tidak terdapat ibu dan ayah. Hal ini bertentangan dengan firman Allah Swt; “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan.” (QS Al-Hujurat (49):13)
Juga bertentangan dengan firman Allah Swt; “Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka.” (QS Al-Ahdzab (33):5)
3. Kloning manusia akan menghilangkan nasab (garis keturunan). Padahal Islam telah mewajibkan pemeliharaan nasab. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra., yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw telah bersabda, ”Siapa saja yang menghubungkan nasab kepada orang yang bukan ayahnya, atau (seorang budak) bertuan (loyal/taat) kepada selain tuannya, maka dia akan mendapat laknat dari Allah para malaikat dan seluruh manusia.” (HR Ibnu Majah)
Diriwayatkan dari Abu Utsman An-Nahri ra yang berkata, ”Aku mendengar Sa’ad dan Abu Bakrah masing-masing berkata, ”Kedua telingaku telah mendengar dan hatiku telah menghayati sabda Muhammad Saw, ”Siapa saja yang mengaku-ngaku (sebagai anak) kepada orang yang bukan bapaknya, padahal dia tahu bahwa orang itu bukan bapaknya, maka surga baginya haram.” (HR Ibnu Majah)
Kloning yang bertujuan memproduksi manusia-manusia yang unggul –dalam hal kecerdasan, kekuatan fisik, kesehatan, kerupawanan- jelas mengharuskan seleksi terhadap para laki-laki dan perempuan yang mempunyai sifat-sifat unggul tersebut, tanpa mempertimbangkan apakah mereka suami-isteri atau bukan, sudah menikah atau belum. Dengan demikian sel-sel tubuh akan diambil dari laki-laki dan perempuan yang mempunyai sifat-sifat yang diinginkan, dan sel-sel telur juga akan diambil dari perempuan-perempuan terpilih serta diletakkan pada rahim perempuan terpilih pula, yang mempunyai sifat-sifat keunggulan. Semua ini akan mengakibatkan hilangnya nasab dan bercampur aduknya nasab.
4. Memproduksi anak melalui proses kloning akan mencegah pelaksanaan banyak hukum-hukum syara’, seperti hukum tentang perkawinan, nasab, nafkah, hak dan kewajiban antara bapak dan anak, waris, perawatan anak, hubungan kemahraman, hubungan ’ashabah dan lain-lain. (arnab) (dikutip dari buku Beberapa Problem Kontemporer Dalam Pandangan Islam karya Abdul Qadim Zallum, cet. Pertama Juni 1998 M).

Bayi Tabung Dan Inseminasi Buatan
Teknologi bayi tabung dan inseminasi buatan merupakan hasil terapan sains modern yang pada prinsipnya bersifat netral sebagai bentuk kemajuan ilmu kedokteran dan biologi. Sehingga meskipun memiliki daya guna tinggi, namun juga sangat rentan terhadap penyalahgunaan dan kesalahan etika bila dilakukan oleh orang yang tidak beragama, beriman dan beretika sehingga sangat potensial berdampak negatif dan fatal. Oleh karena itu kaedah dan ketentuan syariah merupakan pemandu etika dalam penggunaan teknologi ini sebab penggunaan dan penerapan teknologi belum tentu sesuai menurut agama, etika dan hukum yang berlaku di masyarakat.
Masalah inseminasi buatan ini menurut pandangan Islam termasuk masalah kontemporer ijtihadiah, karena tidak terdapat hukumnya seara spesifik di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah bahkan dalam kajian fiqih klasik sekalipun. Karena itu, kalau masalah ini hendak dikaji menurut Hukum Islam, maka harus dikaji dengan memakai metode ijtihad yang lazimnya dipakai oleh para ahli ijtihad (mujtahidin), agar dapat ditemukan hukumnya yang sesuai dengan prinsip dan jiwa Al-Qur’an dan As-Sunnah yang merupakan sumber pokok hukum Islam. Namun, kajian masalah inseminasi buatan ini seyogyanya menggunakan pendekatan multi disipliner oleh para ulama dan cendikiawan muslim dari berbagai disiplin ilmu yang relevan, agar dapat diperoleh kesimpulan hukum yang benar-benar proporsional dan mendasar. Misalnya ahli kedokteran, peternakan, biologi, hukum, agama dan etika.
Masalah inseminasi buatan ini sejak tahun 1980-an telah banyak dibicarakan di kalangan Islam, baik di tingkat nasional maupun internasional. Misalnya Majlis Tarjih Muhammadiyah dalam Muktamarnya tahun 1980, mengharamkan bayi tabung dengan sperma donor sebagaimana diangkat oleh Panji Masyarakat edisi nomor 514 tanggal 1 September 1986. Lembaga Fiqih Islam Organisasi Konferensi Islam (OKI) dalam sidangnya di Amman tahun 1986 mengharamkan bayi tabung dengan sperma donor atau ovum, dan membolehkan pembuahan buatan dengan sel sperma suami dan ovum dari isteri sendiri. Persis melalui siding dewan hisbah nya juga telah membuat keputusan tentang pengharaman bayi tabung. Vatikan secara resmi tahun 1987 telah mengecam keras pembuahan buatan, bayi tabung, ibu titipan dan seleksi jenis kelamin anak, karena dipandang tak bermoral dan bertentangan dengan harkat manusia. Mantan Ketua IDI, dr. Kartono Muhammad juga pernah melemparkan masalah inseminasi buatan dan bayi tabung. Ia menghimbau masyarakat Indonesia dapat memahami dan menerima bayi tabung dengan syarat sel sperma dan ovumnya berasal dari suami-isteri sendiri.
Dengan demikian, mengenai hukum inseminasi buatan dan bayi tabung pada manusia harus diklasifikasikan persoalannya secara jelas. Bila dilakukan dengan sperma atau ovum suami isteri sendiri, baik dengan cara mengambil sperma suami kemudian disuntikkan ke dalam vagina, tuba palupi atau uterus isteri, maupun dengan cara pembuahannya di luar rahim, kemudian buahnya (vertilized ovum) ditanam di dalam rahim istri; maka hal ini dibolehkan, asal keadaan suami isteri tersebut benar-benar memerlukan inseminasi buatan untuk membantu pasangan suami isteri tersebut memperoleh keturunan. Hal ini sesuai dengan kaidah ‘al hajatu tanzilu manzilah al dharurat’ (hajat atau kebutuhan yang sangat mendesak diperlakukan seperti keadaan darurat).
Sebaliknya, kalau inseminasi buatan itu dilakukan dengan bantuan donor sperma dan ovum, maka diharamkan dan hukumnya sama dengan zina. Sebagai akibat hukumnya, anak hasil inseminasi itu tidak sah dan nasabnya hanya berhubungan dengan ibu yang melahirkannya. Menurut hemat penulis, dalil-dalil syar’i yang dapat dijadikan landasan menetapkan hukum haram inseminasi buatan dengan donor ialah:
Pertama; firman Allah SWT dalam surat al-Isra:70 dan At-Tin:4. Kedua ayat tersebuti menunjukkan bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk yang mempunyai kelebihan/keistimewaan sehingga melebihi makhluk-makhluk Tuhan lainnya. Dan Tuhan sendiri berkenan memuliakan manusia, maka sudah seharusnya manusia bisa menghormati martabatnya sendiri serta menghormati martabat sesama manusia. Dalam hal ini inseminasi buatan dengan donor itu pada hakikatnya dapat merendahkan harkat manusia sejajar dengan tumbuh-tumbuhan dan hewan yang diinseminasi.
Kedua; hadits Nabi Saw yang mengatakan, “tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain (istri orang lain).” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan dipandang Shahih oleh Ibnu Hibban).
Berdasarkan hadits tersebut para ulama sepakat mengharamkan seseorang melakukan hubungan seksual dengan wanita hamil dari istri orang lain. Tetapi mereka berbeda pendapat apakah sah atau tidak mengawini wanita hamil. Menurut Abu Hanifah boleh, asalkan tidak melakukan senggama sebelum kandungannya lahir. Sedangkan Zufar tidak membolehkan. Pada saat para imam mazhab masih hidup, masalah inseminasi buatan belum timbul. Karena itu, kita tidak bisa memperoleh fatwa hukumnya dari mereka.

Hadits ini juga dapat dijadikan dalil untuk mengharamkan inseminasi buatan pada manusia dengan donor sperma dan/atau ovum, karena kata maa’ dalam bahasa Arab bisa berarti air hujan atau air secara umum, seperti dalam Thaha:53. Juga bisa berarti benda cair atau sperma seperti dalam An-Nur:45 dan Al-Thariq:6.
Dalil lain untuk syarat kehalalan inseminasi buatan bagi manusia harus berasal dari ssperma dan ovum pasangan yang sah menurut syariah adalah kaidah hukum fiqih yang mengatakan “dar’ul mafsadah muqaddam ‘ala jalbil mashlahah” (menghindari mafsadah atau mudharat) harus didahulukan daripada mencari atau menarik maslahah/kebaikan.
Sebagaimana kita ketahui bahwa inseminasi buatan pada manusia dengan donor sperma dan/atau ovum lebih banyak mendatangkan mudharat daripada maslahah. Maslahah yang dibawa inseminasi buatan ialah membantu suami-isteri yang mandul, baik keduanya maupun salah satunya, untuk mendapatkan keturunan atau yang mengalami gangguan pembuahan normal. Namun mudharat dan mafsadahnya jauh lebih besar, antara lain berupa:
1. Percampuran nasab, padahal Islam sangat menjada kesucian/kehormatan kelamin dan kemurnian nasab, karena nasab itu ada kaitannya dengan kemahraman dan kewarisan.
2. Bertentangan dengan sunnatullah atau hukum alam.
3. Inseminasi pada hakikatnya sama dengan prostitusi, karena terjadi percampuran sperma pria dengan ovum wanita tanpa perkawinan yang sah.
4. Kehadiran anak hasil inseminasi bisa menjadi sumber konflik dalam rumah tanggal.
5. Anak hasil inseminasi lebih banyak unsur negatifnya daripada anak adopsi.
6. Bayi tabung lahir tanpa melalui proses kasih sayang yang alami, terutama bagi bayi tabung lewat ibu titipan yang menyerahkan bayinya kepada pasangan suami-isteri yang punya benihnya sesuai dengan kontrak, tidak terjalin hubungan keibuan secara alami. (QS. Luqman:14 dan Al-Ahqaf:14).
Adapun mengenai status anak hasil inseminasi buatan dengan donor sperma dan/atau ovum menurut hukum Islam adalah tidak sah dan statusnya sama dengan anak hasil prostitusi atau hubungan perzinaan. Dan kalau kita bandingkan dengan bunyi pasal 42 UU Perkawinan No. 1 tahun 1974, “anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah” maka tampaknya memberi pengertian bahwa anak hasil inseminasi buatan dengan donor itu dapat dipandang sebagai anak yang sah. Namun, kalau kita perhatikan pasal dan ayat lain dalam UU Perkawinan ini, terlihat bagaimana peranan agama yang cukup dominan dalam pengesahan sesuatu yang berkaitan dengan perkawinan. Misalnya pasal 2 ayat 1 (sahnya perkawinan), pasal 8 (f) tentang larangan perkawinan antara dua orang karena agama melarangnya, dll. lagi pula negara kita tidak mengizinkan inseminasi buatan dengan donor sperma dan/atau ovum, karena tidak sesuai dengan konstitusi dan hukum yang berlaku.
KESIMPULAN
Cloning,Inseminasi buatan dan Bayi tabung merupakan produk kontemporer yang belum pernah terjadi di jaman Nabi. Untuk itu di perlukan pengambilan status hokum untuk masalah masalah tersebut dengan mencarikan inti dalil dalil dari Al-quran dan al - hadits
Untuk cloning, asal dari pembuatan nya di maksudkan untuk memperbaiki kualitas keturunan.entah itu rupanya, kecerdasan maupun kekuatannya. Tetapi di tilik dari persfektif Islam akan banyak timbul madhorot apabila cloning di lakukan.diantaranya:
a. Anak-anak produk proses kloning tersebut dihasilkan melalui cara yang tidak alami.
b. Anak-anak produk kloning dari perempuan saja (tanpa adanya laki-laki), tidak akan mempunyai ayah
c. Kloning manusia akan menghilangkan nasab (garis keturunan).
d. Memproduksi anak melalui proses kloning akan mencegah pelaksanaan banyak hukum-hukum syara’, seperti hukum tentang perkawinan, nasab, nafkah, hak dan kewajiban antara bapak dan anak, waris, perawatan anak, hubungan kemahraman, hubungan ’ashabah dan lain-lain.
Demikian juga dengan Inseminasi buatan dan Bayi Tabung, ada beberapa hal yang harus di perjelas di sini.
1. Proses Bayi tabung yang benihnya berasal dari suami istri dan di tempatkan pada rahim istrinya,dipebolehkan secara syar’i.
2. Membuahi sel telur bukan dengan sperma yang halal adalah terlaang secara syar’i.
3. Sel telur yang telah di buahi oleh sperma yang halal dengan proses bayi tabung kemudian ditempatkan bukan pada rahim istrinya adalah terlarang secara syar’i










HUKUM KLONING INSEMINASI BUATAN
DAN BAYI TABUNG
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih




Ajang Supriatna


















SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM –PUI
MAJALENGKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar